Agenda Super-Prioritas NU
GUSYAHYA.ID – Agenda super-prioritas NU adalah merapikan nalar struktural dari organisasi. Karena kita di lingkungan NU ini sudah sekian lama dibiarkan orang membuat inisiatif-inisiatif yang berdampak struktural tanpa ada konsolidasi secara keorganisasian.
Kita selama ini sering mendengar inisiatif macam-macam perkumpulan atas nama NU tanpa ada hubungan organisatoris dengan induk struktural dari organisasi itu sendiri yaitu struktur NU.
Sebetulnya sudah lama saya melihat fenomena ini. Sudah lama saya berpikir tentang fenomena ini sebagai masalah besar. Tapi saya tahu untuk melakukan sesuatu terkait ini diperlukan otoritas.
Kita tahu bahwa sekarang ini banyak orang membuat perkumpulan atas nama NU untuk berbagai bidang kegiatan, tanpa jelas urusannya dengan organisasi NU sendiri. Orang mendirikan organisasi sendiri-sendiri dengan memberi label NU tanpa ada urusan dengan jam’iyyah, dengan organisasi NU yang resmi. Bahkan ada yang sudah berkembang bahkan sudah pecah, seperti HBN. Ada macam-macam organisasi yang mengutip sedekah, sumbangan, dan lain-lain yang juga mengatasnamakan NU. Baru-baru ini, karena saya sebut secara terang-terangan dan menjadi heboh adalah organisasi Nyai-nyai. Semua diinisiasi di luar struktur NU.
Mungkin anda juga suka
Saya kira perlu ditegaskan di sini bahwa, sikap PBNU, sikap saya pribadi dalam hal ini adalah mengacu pada struktur jamiyah Nahdlatul Ulama. Jadi berbagai inisiatif struktural di luar struktur NU yang resmi ini kita lihat kalau mengancam integritas struktural dari organisasi, ya akan kita perlakukan sebagai ancaman.
Maka ketika kemarin bertemu dengan Nyai-nyai itu saya katakan bahwa kepentingan kami pertama-tama adalah melindungi Muslimat NU dari ancaman disintegrasi karena inisiatif-inisiatif perkumpulan Nyai-nyai di luar Muslimat NU. Ini kepentingan pertama kami. Walaupun kami sadar, Muslimat NU gagal dalam mengapresiasi dan mengelola aspirasi-aspirasi yang tumbuh dari kalangan konstituennya sendiri.
Kenapa muncul inisiatif struktural dari kalangan Nyai-nyai NU itu? Tidak lain karena Muslimat NU sebagai struktur formal gagal memenuhi aspirasi mereka. Dan kegagalan ini sudah sampai tingkat berbahaya, karena sudah muncul inisiatif struktural untuk menjadi alternatif dari Muslimat. Sudah muncul di sana-sini.
Misalnya ada inisiatif untuk Pengasuh Pondok Putri dan Muballighoh dan ini sudah berkembang cukup lama, hampir 7 tahun yang lalu. Sudah terdaftar di Kemenkumham dan sudah berkembang menjadi struktur yang menasional, ada cabang di sana sini.
Mungkin anda juga suka
Saya tidak menilai ini inisiatif yang baik atau buruk. Nyai-nyai itu mengatakan, “Kami ini ikhlas memperjuangkan Ahlussunnah wal Jama’ah”. Buat saya ini bukan persoalan ikhlas atau tidak ikhlas. Persoalannya adalah keberadaan dari inisiatif ini, karena ini Nyai-nyai NU, kalau Nyai-nyai Muhammadiyah saya tidak tanya, apalagi Nyai-nyai Wahabi misalnya. Ini Nyai-nyai NU. Maka keberadaan entitas ini akan menjadi ancaman terhadap integritas Muslimat NU.
Nah, sebagai Ketua Umum PBNU, sikap yang harus saya ambil adalah melindungi integritas struktural dari NU itu sendiri. Maka saya tidak menganjurkan kepada Nyai-nyai untuk ikut ke dalam entitas-entitas baru ini. Alih-alih, saya mendorong, menyerukan kepada Nyai-nyai untuk kembali kepada Muslimat NU. Kalau merasa aspirasinya tidak terpenuhi di Muslimat NU, rebut Muslimat NU!
Ini soal integritas struktural, saya tidak mau ada yang menganak-pinakkan. Di sisi lain, saya sudah berbicara kepada teman-teman Muslimat NU untuk segera bertindak terkait dengan ini. Karena ini sudah macem-macem, sudah bikin Silatnas Nyai-nyai Nusantara pakai RMI (Rabithah Ma’ahid Islamiyah). Ini sudah jelas kelihatan inisiatif slintutan. Karena pakai RMI yang sebetulnya tidak selayaknya, tidak sepatutnya digunakan untuk inisiatif-inisiatif semacam ini. Dan lagi-lagi ini berpotensi mengancam integritas dari Muslimat NU. Maka ini menjadi belaying (penambatan) dari PBNU sekarang.
Mungkin anda juga suka
Struktur Pembuat Kebijakan
Saya sudah menyampaikan kepada semua orang, bahwa saya dalam soal begini-begini saya memakai kaca mata kuda, saya tidak mau tawar-menawar, kompromi, dan distorsi. Saya tegaskan, yang paling penting sebagai prinsip dasar bagian dari nalar struktural, ialah bahwa lembaga-lembaga ini harus kita kembangkan fungsinya sebagai struktur pembuatan kebijakan.
Struktur pembuatan kebijakan itu bagaimana? Pertama, kebijakan menyangkut regulasi, aturan-aturan operasional. Kedua, kebijakan menyangkut agenda atau program-program yang harus dan akan dijalani. Nah lembaga-lembaga harus berfungsi sebagai struktur pembuatan kebijakan.
Sementara pelaksana kebijakan itu nanti, menjadi labell force di lapangan untuk menggulirkan eksekusi dari kebijakan-kebijakan itu nantinya adalah badan-badan otonom. Jadi badan otonom ini nanti yang digerakkan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dari struktur NU termasuk lembaga-lembaga. Maka tugas dari lembaga-lembaga ini adalah membuat kebijakan, merumuskan kebijakan. Nah itu berarti bahwa lembaga-lembaga ini tidak harus melaksanakan sendiri hal-hal yang menjadi keputusan-keputusan di lingkungan lembaga NU.
LKKNU ini nanti saya harapkan menghasilkan kebijakan-kebijakan nasional terkait kemaslahatan keluarga. Apa saja agenda-agendanya dan apa saja regulasi yang diperlukan untuk mengeksekusi agenda-agenda ini. Nah nanti dari kebijakan nasional ini diturunkan menjadi kebijakan di tingkat provinsi oleh LKKNU ditingkat provinsi, dari tingkat PW diturunkan lebih detail lagi dengan konteks lokal di LKKNU tingkat Cabang (PC).
Mungkin anda juga suka
Karena itu, kami tidak mengharapkan LKKNU menjalankan sendiri kebijakan, rumuskan saja kebijakan, yang nantinya menjalankan itu, mesin untuk mengeksekusi kebijakan itu adalah badan otonom.
Ini memang bukan hal yang baru, melainkan penegasan tentang bagaimana lembaga-lembaga ini harus berbagi fungsi dengan badan-badan otonom. Kita tidak bisa lagi meneruskan praktik yang selama ini berjalan, bahwa struktur NU dan struktur badan otonom ini bergerak secara setara satu dengan yang lain, mengurusi masalah-masalah yang sama, berebut pekerjaan satu dengan yang lain, termasuk berebut proposal. Cara seperti ini tidak boleh diterus-teruskan. Maka kita harus bangun satu nalar struktural yang pas untuk elemen-elemen keorganisasian yang kita miliki, yang sudah begitu besar, sudah begitu banyak elemen-elemennya.
PBNU sudah menyiapkan satu agenda besar yang diharapkan nanti menjadi model sekaligus memicu tumbuhnya nalar struktural sebagaimana kita inginkan. Di dalam agenda besar ini, memang, LKKNU ini menjadi leading sector, karena agenda ini akan melibatkan banyak lembaga-lembaga, mungkin nanti pada saatnya bahkan semua lembaga dan menggerakkan semua badan otonom yang ada, yang leading sector-nya adalah Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU).
Peran yang diharapkan dari Nahdlatul Ulama di tengah-tengah masyarakat ini, tentunya adalah peran yang konkrit dan nyata bukan hanya sekedar pro-perubahan. Peran yang betul-betul bisa menciptakan sesuatu di tengah-tengah masyarakat, bukan sekedar bunyi-bunyian, bukan sekedar omongan. Nah peran nyata itu dari karakter Nahdlatul Ulama itu sendiri, sebagai satu entitas, baik yang meliputi jam’iyyah maupun jama’ah, tidak ada peran yang lebih bisa diharapkan dari NU ini selain peran untuk mendorong transformasi di tengah-tengah masyarakat.
Mungkin anda juga suka
Menghidupkan Gus Dur
Saya sejak awal telah menyampaikan secara luas, bahwa saya ingin melakukan sesuatu untuk meneruskan ikhtiar-ikhtiar yang dulu sudah dirintis oleh Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dari perspektif saya, meneruskan ikhtiar-ikhtiar beliau itu menyangkut dua hal, yang pertama, idealisme yaitu kemanusiaan. Kedua, menyangkut visi yaitu tranformasi. NU harus mampu menggulirkan tranformasi di tengah-tengah masyarakat.
Tranformasi itu macam-macam sebetulnya, ada tranformasi yang bersifat struktural, biasanya dipimpin oleh perubahan-perubahan yang dipimpin di tingkat supra-struktur, dinamika dan wujud dari tranformasi itu sendiri. Tapi ada transformasi yang lebih dalam sifatnya, yaitu tranformasi pada tataran nilai-nilai dan cara/pola berpikir atau mindset.
Nah, transformasi seperti ini, tidak bisa tidak, harus digulirkan pada masyarakat itu sendiri. Karena menggulirkannya di tingkat struktur, kecuali akan meminta biaya logistik yang luar biasa besar, juga biasanya hanya akan menghasilkan performa atau hasil-hasil di permukaan saja tanpa sungguh-sungguh berhasil mengubah cara berpikir masyarakat secara nyata.
Mungkin anda juga suka
- “Yaa Lal Wathan”, Lagu Patriotis Karya KH Wahab Hasbullah
- Zakat, Aktivisme Islam dan Kohesi Masyarakat
Nah Nahdlatul Ulama ini adalah gerakan grassroots, gerakan akar rumput. Nahdlatul Ulama ini memikul mandat yang terkait dengan nilai-nilai, dengan wawasan, dengan mindset, dengan pola berpikir, maka kita harus memikirkan satu strategi supaya transformasi ini bisa digulirkan secara nyata dengan menggunakan instrument Nahdlatul Ulama.
Transformasi nilai dan mindset tidak bisa tidak dimulai dari keluarga. Karena keluarga merupakan unit terkecil. Dari dulu memang sudah menjadi wawasan strategis dari para pemikir kebijakan di Indonesia itu sendiri. Kalau melihat Orde Baru, mereka membuat macam-macam instrument struktural untuk menggulirkan transformasi itu sendiri, mulai dari PKK dan Karang Taruna itu untuk menggulirkan transformasi.
Nah kita harus berpikir sama, dalam hal ini, terkait dengan kebutuhan dalam menggulirkan transformasi di tingkat nilai-nilai, pilihan kita adalah keluarga sebagai unit strategis, yang kita jadikan sebagai target utama dari strategi transformasi itu sendiri. Maka, mau tidak mau, leading sector-nya adalah Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU).
Insya Allah siap menjalankan tugas, yai.