Ide

Zaman Baru, NU, dan Republika

GUSYAHYA.ID – Republika telah relatif berhasil menempatkan diri sebagai media massa yang menyuarakan Islam yang damai dan berkeadaban.

Perubahan adalah keniscayaan. Mengutip filsuf Yunani terkemuka Herakleitos: “panta rhei kai uden menei” yang artinya semua ihwal bergerak, tak ada yang menetap. Demikianlah hidup: kita selalu berada dalam arus yang terus berubah. Demikianlah yang dialami Nahdlatul Ulama (NU), demikian pula yang dihadapi oleh Republika. Tahun ini, NU memasuki usia 100 tahun menurut almanak Hijriyah.

Meski bukan tergolong usia tua untuk untuk umur sebuah jam’iyyah, tapi tak bisa dibilang muda. NU telah bertumbuh dan berkembang dalam rentang yang cukup panjang; lahir pada 1926, berubah menjadi partai politik pada 1952, hingga meninggalkan dunia politik praktis sejak 1984. Sejak itu hingga kini, NU masih terus bekerja keras yang mentransformasikan dirinya sebagai jam’iyyah yang sepenuhnya berkhidmah untuk umat, bangsa, dan dunia.

Sejak kelahirannya, NU memang dimandatkan bukan sekadar untuk berkhidmah bagi warga atau jamaahnya, melainkan untuk seluruh jagat di mana kita tinggal bersama. Pilihan simbol jagat sebagai lambang NU bukan tanpa makna; itu refleksi dari mandat bahwa ranah khidmah NU memang seluruh jagat, menjadi rahmat bagi alam semesta, menjadi rahmatan lil ‘alamiin.

Baca Juga

Kepengurusan baru PBNU masa bakti 2022-2027 yang terpilih dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung pada pengujung Desember 2021 tengah bekerja keras untuk menjalankan mandat tersebut. Secara lebih spesifik untuk menjalankan mandat yang diberikan, yaitu: merawat jagat, membangun perdamaian dunia.

NU telah bertumbuh dan berkembang dalam rentang yang cukup panjang.

Menyongsong usia Satu Abad tersebut, NU telah menyusun sejumlah agenda, di antaranya menyelenggarakan dan menghidupkan NU-Tech, NU-Women, Festival Tradisi Islam Nusantara, dan Gerakan Kemandirian Perekonomian NU. Semuanya merupakan bagian dari tagline peringatan Satu Abad NU, yaitu “Mendigdayakan NU, Menjemput Abad Kedua, Menuju Kebangkitan Baru”.

Dalam tulisan ini saya ingin meng-highlight dua agenda yang dirancang dan dilaksanakan oleh PBNU, yaitu G-20 Religion Summit atau R-20 dan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban. R-20 sudah dilaksanakan pada 2-3 November lalu di Bali disambung workshop di Yogya untuk peserta terbatas pada 4-6 di Yogyakarta.

Baca Juga Beban Kepala Kampung

Sementara itu, Muktamar Internasional Fiqih Peradaban baru akan dilangsungkan pada 6 Februari 2023 di Surabaya. Kedua agenda tersebut, R-20 dan Muktamar Fiqih Peradaban, merupakan dua langkah dalam satu tarikan napas. Dua Langkah menjemput zaman baru: upaya transformatif menjadikan agama sebagai kekuatan inspiratif bagi perdamaian dunia. Jika R-20 merupakan ikhtiar NU di kancah lintas agama di ranah global, Muktamar Fiqih Peradaban merupakan ikhtiar di dalam komunitas keagamaan Islam internasional.

Kini, Republika harus mengayuh biduk di tengah gelombang pasang perubahan besar seiring terjadinya disrupsi digital.

Kedua agenda tersebut merupakan langkah perdana dari transformasi NU sebagai kekuatan perdamaian global, yang akan disusul dengan rangkaian panjang agenda hingga tahun-tahun mendatang. Zaman baru yang ditandai, antara lain, dengan hadirnya kembali agama di panggung utama diplomasi global melalui R-20, memang meniscayakan langkah-langkah baru yang kreatif dan inovatif.

Baca Juga Lagak Tasawuf di Mata Fiqih

NU akan berada di garda depan ikhtir menuju ke sana. Lalu, bagaimana dengan Republika? Lahir sebagai harian umum pada 1993, Republika akan mulai memasuki usia ke-30 tahun depan. Lahir di sebuah masa ketika rezim Orde Baru mulai memasuki senja kala, Republika ikut menikmati pahit-manis dan asam garam politik nasional dengan ikut mengawal terjadinya disrupsi politik pada 1998: Reformasi.

Kini, Republika harus mengayuh biduk di tengah gelombang pasang perubahan besar seiring terjadinya disrupsi digital. Inilah era yang acap disebut sebagai revolusi industri 4.0 dimana terjadi kolaborasi yang masif antara teknologi siber dan teknologi otomatisasi, yang ditandai, antara lain, oleh kehadiran big data, artificial intelligence, internet of things, cloud computing, dan additive manufacturing. Menghadapi disrupsi, tak ada pilihan, kecuali: berinovasi.

Republika telah relatif berhasil menempatkan diri sebagai media massa yang menyuarakan Islam yang damai dan berkeadaban.

Tanpa inovasi, kita akan tergulung dalam gelombang perubahan besar yang sanggup mengaramkan biduk raksasa sekalipun. Tumbangnya Kodak dan Nokia merupakan contoh penguasa teknologi masa lalu yang tidak mampu berinovasi di tengah disrupsi. Keputusan untuk menghentikan penerbitan versi cetak, bagi saya, bukan berarti sikap menyerah dan kalah menghadapi terpaan badai disrupsi digital.

Baca Juga

Itu semacam siasat cerdik untuk tetap bisa hadir dan berkhidmah kepada publik pada era baru dengan cara baru: terbit secara digital dengan mengedepankan kurasi yang matang atas materi jurnalistik yang hendak ditayangkan.

Seperti juga NU dan semua organisasi sosial lain yang hidup dalam pergumulan sejarah, Republika niscaya bersiasat menghadapi tantangan zaman, mencoba mencari jurus terbaik untuk mengurai kemelut dan meretas jalan bagi ikhtiar membangun peradaban baru yang lebih baik dan berkeadaban. Peradaban baru yang lebih baik dan berkeadaban tentu memerlukan kehadiran jurnalisme berbasis akal sehat yang menyebarkan informasi yang telah terkurasi dan memiliki relevansi bagi kehidupan bersama.

Selama ini Republika telah relatif berhasil menempatkan diri sebagai media massa yang menyuarakan Islam yang damai dan berkeadaban. Saya berharap inovasi tanpa henti yang dilakukan oleh Republika kini dan ke depan akan semakin mampu menempatkan dirinya di garda depan media massa yang menyuarakan suara hati umat dan rakyat, menyuarakan Islam kemanusiaan (humanitarian Islam, Al Islam lil Insaniyah).

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button