Ide

NU dan Faksionalisme Politik

GUSYAHYA.ID – 2014. Masih ada satu slot jabatan di Pemerintahan yang merupakan hak prerogatif Presiden belum terisi. Saya kebetulan kenal dengan salah satu “orang dalam”. Maka dalam suatu percakapan dengannya saya usulkan satu nama yang menurut saya—dan saya yakin divalidasi pula oleh publik—mumpuni untuk jabatan itu.

“Wah. NU sudah kebanyakan ini”, katanya, “Itung saja. Termasuk Wapresnya—Pak JK—jadi sudah sembilan!”

Saya kontan menyanggah.

“Nggak bisa begitu. NU itu bukan faksi politik. NU itu realitas demografis. Kalau kau tangkap sepuluh orang di jalanan, lima di antara mereka pasti ngaku NU!”

“Apa hubungannya?”

“Ya kalau pakai logika proporsional, harusnya separuh kabinet orang NU. Tapi bukan itu soalnya. Alasanku mengusulkan nama yang tadi itu pun bukan karena dia NU. Tapi karena kapasitas.”

Baca Juga Ide Gus Yahya Terbaru

Belakangan saya tahu, usulan saya tidak diambil. Apakah Presiden sungkan karena dia sendiri pun merasa NU?

Memang, konstruksi operasional NU masih dibingkai dalam fungsi sebagai basis representasi politik kekuasaan. Kebanyakan para aktivisnya bekerja dalam kerangka itu, banyak warganya pun mengidap aspirasi macam itu. Impiannya, dengan bentang konstituensi yang begitu luas, mencakup nyaris separuh warga negara, kalau dikonsolidasikan secara politik bisa menjadi pancadan untuk merebut porsi yang besar dari sumberdaya-sumberdaya negara.

Masalahnya, jalan pikiran macam itu sama halnya menjahati Indonesia sekaligus mengkerdilkan NU. Nasib Indonesia tidak boleh diabdikan kepada kehendak tribal (kesuku-sukuan) dari jenis yang mana pun juga. NU tidak boleh mandeg hanya menjadi identitas kosong seperti halnya warna kulit, jenis kelamin, asal daerah, atau alumni ini dan itu.

Baca Juga NU Sesudah Ini (V): Agenda-Agenda

NU harus dihadirkan sebagai etika dan nilai-nilai. Yang seharusnya dianggap sebagai representasi NU adalah manifestasi etika dan nilai-nilai dalam praktek.

Barang siapa sungguh bekerja untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dialah yang merepresentasikan NU.

Bukan orang yang sekedar berbekal cap sebagai “anak buahnya si Fulan” atau “keturunan Yang Mulia Mbah Fulan”.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button