Istitha’ah Haji di Masa Kini

Kapan seseorang dianggap memiliki kemampuan (istitha‘ah) untuk berhaji di masa kini? Apakah seseorang dianggap mampu berhaji hanya karena mampu membayar uang pendaftaran haji?
GUSYAHYA.ID – Pertama-tama, saya merasa sangat senang untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus, penghargaan yang setinggi-tingginya, dan apresiasi yang mendalam kepada Yang Mulia Penjaga Dua Tanah Suci, Raja Salman bin Abdul Aziz, serta Putra Mahkota Pangeran Muhammad bin Salman – semoga Allah menjaga keduanya – atas upaya berkelanjutan mereka dalam melayani Islam dan kaum muslimin, serta perhatian mereka terhadap penyelenggaraan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram. Keduanya sangat memperhatikan penyediaan segala hal yang dibutuhkan oleh para jemaah haji, baik dari segi layanan, keamanan, maupun kenyamanan.
Saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Yang Mulia Tuan Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah, Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, atas undangan mulia ini untuk hadir dan berpartisipasi dalam Seminar Akbar Haji tahun ini, yang mengangkat tema penting: “Istitha‘ah (Kemampuan) dalam Haji dan Isu Kontemporer”.
Saya sangat bahagia bisa berada di antara para pemimpin dan ulama besar kaum muslimin, berkumpul di tanah yang diberkahi ini, dan duduk bersama dalam satu kata yang sejalan, guna membahas persoalan penting umat Islam yang berkaitan dengan salah satu rukun Islam, yaitu masalah kemampuan dalam berhaji (istitha‘ah).
Baca Juga قضية الاستطاعة في الحج في العصر المعاصر
Hadirin yang saya hormati…
Isu-isu kontemporer yang berkaitan dengan “kemampuan dalam haji” muncul sebagai akibat adanya kesenjangan statistik antara kapasitas layanan haji yang disediakan oleh pemerintah atau lembaga swasta, dengan jumlah kaum muslimin yang ingin menunaikan ibadah haji yang terus meningkat setiap tahunnya.
Sejak tahun 1987 M, telah diumumkan keputusan “Sistem Kuota” oleh Kerajaan Arab Saudi, setelah berkoordinasi dengan Liga Dunia Islam. Negara-negara muslim di dunia harus menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut. Beberapa negara dengan jumlah calon jemaah haji yang besar, seperti Indonesia, Malaysia, Turki, Pakistan, India, dan lainnya, telah memutuskan untuk menerapkan sistem antrean atau daftar tunggu.
Di Indonesia, setiap orang yang ingin menunaikan haji harus mendaftarkan dirinya terlebih dahulu di Kementerian Agama Republik Indonesia. Mereka harus membayar sejumlah uang untuk biaya pendaftaran terlebih dahulu agar dapat didaftarkan dan dimasukkan dalam daftar calon jemaah haji, serta memperoleh nomor antrean. Setelah itu, mereka harus menunggu bertahun-tahun sampai tiba gilirannya. Karena banyaknya jumlah pendaftar, yang pada tahun 2025 telah mencapai lebih dari 5,5 juta orang, maka waktu tunggunya menjadi sangat panjang, bisa mencapai 20 hingga 40 tahun.
Baca Juga Kemanusiaan Tidak Boleh Kalah
Pertanyaannya adalah:
Kapan seseorang dianggap memiliki kemampuan (istitha‘ah) untuk berhaji di masa kini? Apakah seseorang dianggap mampu berhaji hanya karena mampu membayar uang pendaftaran haji?
Dengan mempertimbangkan kondisi pendaftar haji tersebut, maka ia belum dapat dianggap memiliki kemampuan untuk berhaji. Sebab, kemampuan dalam haji mencakup syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan kondisi keuangan, fisik, kesehatan, keamanan, dan lainnya.
Biaya pendaftaran yang dibayarkan oleh pendaftar haji di awal hanyalah sebagian kecil dari total biaya haji yang besar secara keseluruhan. Biaya total ini tidak dapat dipastikan karena terus meningkat setiap tahunnya, dan menjadi semakin berat akibat lamanya masa tunggu. Selain itu, lamanya waktu tunggu membuat kondisi kesehatan dan kekuatan fisik pendaftar semakin melemah. Ketika tiba gilirannya setelah menunggu 20 hingga 40 tahun, bisa jadi ia sudah menjadi orang lanjut usia, bahkan mungkin telah wafat.
Baca Juga NU Jaminan Kemaslahatan Rakyat
Berkaitan dengan persoalan pelik ini mengenai kemampuan dalam berhaji, maka kami mengusulkan empat hal:
- Umat Islam sangat membutuhkan fatwa, bimbingan, dan informasi dari para ulama dan fuqaha terkait masalah kemampuan dalam berhaji di masa kini, khususnya dalam penentuan waktu kapan seseorang dinyatakan terkena kewajiban haji secara syar’i, agar mereka merasa tenang dan mantap dalam merespons kewajiban haji. Dalam mazhab Syafi’i, ditunjukkan bahwa penentuan waktu kemampuan berhaji dan penetapannya berkaitan dengan waktu keberangkatan yang nyata ke Tanah Suci. Adapun bagi kaum muslimin di Indonesia yang telah mendaftar haji, dan juga umat muslim di negara lain yang menerapkan sistem antrean atau daftar tunggu, maka penetapan waktu kemampuan dan penghakimannya berkaitan dengan waktu tibanya giliran keberangkatan.
- Umat Islam harus disadarkan bahwa kewajiban berhaji hanya satu kali seumur hidup, dengan syarat terpenuhinya kemampuan (istitha‘ah). Hal ini penting agar memberi kesempatan bagi saudara-saudara mereka yang belum pernah berhaji.
- Pemerintah negara-negara yang memiliki jumlah pendaftar haji besar dan menerapkan sistem antrean, harus memikirkan dan mencari strategi yang tepat serta kebijakan yang adil dalam mengelola sistem antrean tersebut. Misalnya di Indonesia, jumlah pendaftar haji telah melebihi 5,5 juta orang, dan waktu tunggu bisa mencapai lebih dari 40 tahun. Juga perlu diadakan kerja sama dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dalam mengelola sistem kuota haji yang ideal.
- Kami berharap Pemerintah Arab Saudi dapat menetapkan desain khusus dalam penyelenggaraan layanan haji sejak awal, dan menyosialisasikannya secara luas ke seluruh dunia Islam, agar para calon jemaah haji dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik.
Khususnya bagi kaum muslimin di Indonesia, organisasi Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki jaringan struktural luas dan sistem administrasi yang mencakup seluruh wilayah negara, serta jumlah pengikutnya tidak kurang dari 160 juta orang dan terus berkembang, menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dan membantu dalam pelaksanaan desain layanan haji tersebut.
*Disampaikan dalam Seminar Haji Akbar yang digelar oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, di Hotel Ritz-Chartlon Jeddah, Arab Saudi, Minggu (1/6)